Senin, 05 April 2010

BIOGRAPHY OF ALI SADIKIN

(tugas ini dibuat untuk melengkapi tugas intercultural communication pada semester 6)

Nama : H. Ali Sadikin
Pangkat : Letnan Jenderal TNI KKO-AL (Purn.)
Lahir : Sumedang, 7 Juli 1927
Meninggal : Singapura, 20 Mei 2008
Agama : Islam
Jumlah anak : 5
Jumlah istri : 2
Pendidikan :
• Sekolah Pelayaran Tinggi, Semarang (1945).
• US. Marine Corps School, A.S
Memeperoleh 23 Tanda Kehormatan dalam negeri,6buahTanda Kehormatan Negara Asing dan 2 buah Tanda Penghargaan.
Jabatan :
• Deputi II Panglima Angkatan Laut (1959-1963)
• Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja (1963-1964)
• Menko Kompartimen Maritim/Menteri Perhub. Laut Kabinet Dwikota dan Kabinet Dwikora Yang disempurnakan (1964- 1966)
• Gubernur KDH DKI Jakarta (1966-1977)
Jasa :
• Berjasa luar biasa terhadap negara dan bangsa Indonesia, khususnya pengembangkan Kota Jakarta sebagai Kota Metropolitan,
• penggagas pembangunan Taman Mini Indonesia Indah,
• Pendiri Taman Ismail Marzuki, dan
• membangun Taman Impian Jaya Ancol,
• Pekan Raya Jakarta,
• Gelanggang Mahasiswa,
• Gelanggang Remaja,
• Pusat Perfilman Usmar Ismail
• berbagai bangunan bersejarah antara lain Museum Fatahillah, Museum Tekstil, Museum Keramik, Museum Wayang serta mengembalikan fungsi gedung-gedung bersejarah, contoh Gedung Juang 1945 dan Gedung Sumpah Pemuda.

Bang Ali, sapaan kerap Ali Sadikin dikenal sebagai sosok yang keras kepala. Dia berhasil menjadi seorang pemimpin justru karena pembawaannya yang keras itu. Semasa hidup sampai saat usianya && tahun, Bang Ali masih sangat semnagat saat membicarakan permasalahan negara, Jakarta dan perjuangan untuk rakyat, walaupun banyak hal-hal lain yang sudah mulai dilupakannya sehubungan dengan usianya yang sudah lanjut. Merupakan sosok yang cinta tanah air. Hal ini terlihat dari saat Beliau tetap berdiri selama upacara walaupun kakinya tidak kuat untuk berdiri lama dan sudah disediakan tempat duduk selama upacara berlangsung saat penyematan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana.

Selama masa jabatannya dalam memimpin Jakarta, Beliau banyak menimbulkan kontroversi,diantaranya adalah dengan melegalisasi tempat perjudian, pelacuran, dan panti pijat. Tentangan keras dari para ulama pada saat itu tidak didengarnya. Ia beranggapan bahwa saat itu adalah jalan terbaik yang harus ditempuh guna membangun Jakarta yang kusut dan semerawut. Dana pembangunan Jakarta hanya Rp 66.000.000,-. Dana yang sangat sedikit untuk membangun Jakarta sementara jumlah penduduk saat itu mencapai 3,4 juta jiwa. Perlu diketahui bahwa Belanda mendesain Jakarta untuk kapasitas 800.000 jiwa. Dengan dibukanya tempat perjudian, pendapatan pertahun mencapai Rp 40 milliar rupiah.
Dibukanya tempat pelacuran dan panti pijat juga dengan alasan yang kuat dan jelas. Panti pijat dibuka dengan megingat kepentingan kelompok orang-orang yang membutuhkan fasilitas ini, seperti orang asing dan para pekerja yang ingin melepas lelah sehabis bekerja. Lain halnya dengan tempat pelacuran yang dijadikan satu di satu tempat, yaitu Kramat Tunggak dengan keadaan saat itu masyarakat resah akibat banyaknya pelacur yang bertebaran.
Sebelum Beliau tutup usia di tahun 2008, Bang Ali sempat menyatakan kekecewaannya terhadap keadaan kota jakarta sekarang. Ia merasa dkhianati, perjuangannya semasa dulu menjabat banyak yang hilang begitu saja.
Beliau tidak menyalahkan gubernur-gubernur yang melanjutkan masa jabatannya hingga saat ini. Beliau mengingatkan bahwa pembangunan Jakarta memerlukan program yang berkelanjutan. Jadi gubernur tidak boleh mementingkan egonya sendiri, jangan merasa yang paling benar dan mau melanjutkan program gubernur sebelumnya.
Banyaknya fasilitas yang hilang diantaranya waduk-waduk yang hilang di bogor yang menyebabkan Jakarta terkena banjir sebagai imbasnya. Banyak tanah-tanah yang dibangun menjadi estate-estate oleh para bupati nya tanpa memedulikan kondisi lingkungan dan akibatnya. Taman Ismail Marzuki yang dimaksudkan menjadi Hollywood Indonesia kini sebagian menjadi pertokoan. Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro di Jalan H.R.Rasuna Said yang dimaksudkan para mahasiswa mempunyai tempat untuk kumpul-kumpul, sekarang malah diganti menjadi pertokoan. Lalu gelanggang remaja di Bulungan malah disewakan untuk swasta. Dulu di tiap kecamatan juga ada balai rakyat yang bisa dipakai untuk hajatan, olahraga, dan segala macam, tetapi sekarang entah ke mana.
Tidak hanya itu, Bang Ali juga banyak mengemukakan pemikirannya secara terbuka dalam wawancara dengan Peter F. Gontha, diantaranya kekecewaannya terhadap persiapan Pemilu saat tahun 2004 yang memakan waktu 7 bulan (april-september). Hal itu sangat membuang-buang uang negara. Pemilu yang hanya memerlukan satu putaran menjadi 2 – 3 putaran. Lalu berkaitan dengan koalisi kebangsaan yang dibentuk SBY dan diprotes karena anggotanya yang adalah partai. Koalisi tersebut lalu diganti dengan koalisi kerakyatan. Namun apakah anggotanya rakyat? Tidak,anggotanya tetap partai. Juga dengan kasus Pemilu 1999 dngan Mega sebagai pemenang namun amien Rais muncul poros tengah mengajukan Gusdur dan menendangnya kembali saat telah duduk di kursi Presiden Indonesia. Juga dengan Jusuf Kalla yang tidak mau melepaskan jabatannya di Golkar walaupun mencalonkan diri dari Partai Demokrat.
Sebuah pemikiran yang sangat terbuka dan blak-blakan, yang sangat jarang kita jumpai orang-orang yang vokal dan peduli dengan rakyat seperti Bang Ali. Hal-hal di ataslah yang membuat masyarakat tidak dapat melupakan Beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar